Rabu, 27 Agustus 2008

BILA ANAK KECIL BERHAJI

Haji bagi anak kecil adalah sah dan hukumnya sunah. Namun, ia tetap memiliki kewajiban untuk melaksanakan haji lagi apabila sudah dewasa.
Dalam Alquran, Allah SWT berfirman, haji diwajibkan kepada umat Islam yang mampu (istitho’ah) untuk pergi ke Baitullah. ‘’Allah mewajibkan atas manusia untuk mengerjakan haji (pergi ke Baitullah untuk menunaikan haji) bagi mereka yang mampu.’’ (QS. Ali Imran: 97).Jumhur (mayoritas) ulama sependapat, kewajiban haji adalah bagi umat Islam yang mampu. Yaitu, mampu biaya (materi), mampu fisik (sehat) dan mampu memahami keilmuan tentang proses pelaksanaan haji. Sedangkan bagi mereka yang tidak mampu, tidak mendapatkan kewajiban untuk melaksanakan haji.
Kewajiban umat Islam untuk melaksanakan haji ini pun kemudian diklasifikasikan lagi. Sehingga, ada syarat yang harus dipenuhi. Apabila syarat itu belum dipenuhi, maka tidak wajib bagi seseorang untuk mengerjakan haji.
Para ulama sepakat, mereka yang akan berangkat haji, syarat hajinya adalah beragama Islam (non-muslim tidak wajib berhaji), baligh dan berakal (dewasa dan tidak gila), merdeka (bukan hamba sahaya) dan mampu (biaya, fisik dan kelimuan tentang haji).
Lalu bagaimanakah hukumnya anak kecil yang berhaji? Pimpinan Pondok Pesantren Darul Hikmah, Pekan Baru, Riau, KH Muchtarullah mengatakan, anak kecil yang berhaji, hukumnya sah. ‘’Apabila dia berangkat haji dan melaksanakan segala macam rukun dan wajib haji, maka hajinya sah. Hanya saja, karena dia anak-anak, maka hukumnya sunnah. Dan ia masih mempunyai kewajiban apabila sudah besar nanti,’’ ujarnya kepada Republika.
Hal yang sama juga disampaikan Ustadz Farid Ahmad Uqbah MA, Direktur Yayasan Islamic Center Al-Islam, Bekasi. Menurutnya, hukum berhaji bagi anak kecil itu adalah sunnah dan sah, apabila semua rukun dan wajib haji dilaksanakan secara lengkap. ‘’Tapi hal itu tidak menggugurkan kewajiban dia untuk berhaji. Setelah dia dewasa nanti, dia tetap memiliki kewajiban untuk melaksanakannya,’’ ujarnya.
Dalam hadits Nabi Muhammad SAW dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Muslim dan Imam An-Nasa’i diceritakan, bahwa seorang wanita melaksanakan ibadah haji bersama dengan seorang anaknya yang belum dewasa. Ketika wanita itu bertemu dengan Rasulullah SAW, wanita itu bertanya, ‘’Apakah anak ini boleh melaksanakan ibadah haji?’’ Rasulullah SAW menjawab, ‘’Boleh, dan pahalanya untukmu.’’
Berdasarkan hadits tersebut, kata Ustadz Farid, maka haji si anak tetap sah, dan pahala hajinya untuk orang tuanya. Menurut ulama Madzhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali, hukum haji si anak kecil itu juga sah, namun tetap punya kewajiban untuk mengulanginya setelah dewasa nanti.
Namun demikian, terdapat perbedaan pandangan mengenai sah tidaknya si anak pergi haji ini. Menurut ulama Madzhab Hanafi, haji anak kecil itu tidak sah, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah.
Rasulullah SAW bersabda, ‘’Ada tiga orang yang tidak dikenakan hukum, yaitu orang tidur sampai ia bangun, anak kecil sampai ia bermimpi (dewasa) dan orang yang gila hingga ia sembuh.’’ Berdasarkan hadits ini, maka Imam At-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah berpendapat, haji anak kecil itu tidak sah.
Namun demikian, jumhur ulama menyatakan, haji anak kecil itu tetap sah, dan hukumnya sunnah, namun belum menggugurkan kewajibannya untuk melaksanakan haji setelah dewasa nanti.
Bagaimana apabila orang tuanya yang memiliki nazar untuk mengajak anak-anaknya (belum baligh) untuk mereka apabila diberi memiliki kemampuan materi (khususnya)? Kiai Muchtarullah maupun Ustadz Farid menyatakan, nazar orang tuanya tidak menggugurkan kewajiban si anak untuk berhaji lagi apabila dewasa nanti. Sementara itu, mengenai nazar (kewajiban) orang tuanya itu, kata Kiai Muchtarullah, si anak tetap tidak berkewajiban untuk memenuhi nazar orang tuanya. Hal ini sejalan dengan pendapat para ulama Hanafi yang menyatakan, bahwa nazar orang tuanya untuk menghajikan anaknya tidak wajib dipenuhi, sebab anak kecil itu belum dibebani hukumnya.
‘’Nazar mengajak anak-anaknya yang belum dewasa untuk berhaji itu harus dipenuhi. Hanya saja, karena si anak tidak berkewajiban untuk melaksanakan haji karena belum baligh, maka orang tuanya wajib membayar denda (kafarat),’’ jelas Ketua MUI Provinsi Riau ini. ‘’Si orang tua berkewajiban memberi makan (kafarat) sebanyak 10 orang miskin,’’ kata Ustadz Farid. [infokito]
Wallahua’lam
***Harian Umum Republika; Jumat, 25 Januari 2008

Tidak ada komentar: